Festival Teater Jakarta yang kemudian disingkat FTJ merupakan sebuah ruang produktif-kolaboratif yang mempertemukan para pegiat teater dari lima wilayah administratif di Jakarta. Sebagai festival teater tertua karena dimulai pertama kali pada tahun 1973, sekaligus Festival teater terbesar di Indonesia, FTJ dalam pelaksanaannya selama bertahun-tahun, sedikit banyak telah membentuk kultur dan ekosistem kota Jakarta sebagai pusat kesenian Indonesia, sekaligus sebagai laboratorium pengembangan gagasan berteater.

Festival Teater Jakarta yang telah berlangsung sejak tahun 1973 ini mulanya bernama Festival Teater Remaja Jakarta (FTRJ), terus bertransformasi hingga menemukan bentuknya seperti sekarang. Sejak pertama kali digagas hingga sekarang, Festival Teater Jakarta telah menjadi salah satu ruang sekaligus ekosistem dalam pengembangan tingkat lanjut berbagai komunitas teater yang bergerak dan berproses di berbagai wilayah yang tergabung ke dalam asosiasi-asosiasi di Jakarta.

Sejarah FTJ (Dulu Sampai Sekarang)

Festival Teater Jakarta (FTJ) mulanya bernama Festival Teater Remaja Jakarta (FTRJ) yang merupakan perhelatan lomba teater berjenjang mulai dari tingkat wilayah kota sampai dengan tingkat Provinsi DKI Jakarta. Kegiatan rutin tahunan tertua di Indonesia bahkan Asia Tenggara ini digagas Wahyu Sihombing (Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta kala itu), dan diselenggarakan untuk pertama kalinya tahun 1973. Diikuti oleh ratusan grup teater yang bergiat di lima wilayah kota Jakarta. Salah satu tujuan utamanya sebagai ajang seleksi grup-grup teater yang berhak tampil di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki setelah meraih kemenangan tiga kali berturut-turut.

Dalam perjalanannya hingga usia setengah abad, FTRJ mengalami pasang surut, mulai dari pergantian nama menjadi FTJ, surutnya jumlah grup peserta, ketiadaan workshop persiapan, vakumnya grup lulusan (senior), berpindahnya penyelenggaraan final FTJ ke gelanggang-gelanggang, persoalan pendanaan dan berkurangnya media kritik. Hingga kembalinya penyelenggaraan babak final FTJ di PKJ TIM sejak tahun 2006, meningkatnya nominal hadiah, pengemasan ragam acara di babak final, dan perubahan durasi untuk lulusan FTJ menjadi 3 kali juara dalam kurun waktu 5 tahun.

Potensi besar yang dimiliki FTJ hingga usianya menjelang setengah abad, tak dapat dinafikan sebagai bagian dari perjalanan sejarah teater di Indonesia. Sejumlah pelaku teater lulusannya masih berkiprah dalam etos profesional, diundang dalam berbagai forum teater nasional dan internasional. FTJ turut menyumbang pertumbuhan penonton dan ruang percakapan lintas generasi teater. Menjadi standar rujukan pemetaan atas perkembangan seni teater di DKI Jakarta. Sekaligus sebagai pintu masuk bagi pelaku teaternya untuk menempuh karir berteater paling strategis.

Dalam konteks inilah, FTJ tetap dibutuhkan keberadaan dan kontribusinya sebagai salah satu bagian ekosistem teater yang mendorong pertumbuhan dan pengembangan seni teater di Jakarta. Untuk itu, Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta dan Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta bersama Suku Dinas Kebudayaan di lima wilayah kota administrasi, Sudin Kebudayaan Kepulauan Seribu, serta Perhimpunan Teater di enam wilayah Jakarta dalam semangat kolaboratif mengajak semua pihak (pelaku FTJ, juri FTJ, pengamat FTJ, lulusan FTJ dan penonton FTJ serta penyelenggara kompetisi teater berbagai komunitas di Jakarta) untuk menyempurnakan program FTJ dengan membayangkan sebuah perhelatan besar teater yang dapat dimiliki oleh seluruh masyarakat kesenian dalam keadaban baru, dan dalam spirit saling memberi penghormatan dan penghargaan pada satu sama lain.*

(Sumber: Pedoman Umum FTJ 2022)

Tema FTJ 2022
INGATAN DAN KEMUDIAN

Menurut Arundathi Roy, pandemi adalah portal, yang bisa dimaknai sebagai gerbang dari satu dunia ke dunia berikutnya dengan cakrawala kehidupan yang lebih baik. Situasi paska pandemi bukan saja sebuah kerinduan kembali ke masa sebelum pandemi, namun justru peluang untuk menjalani kehidupan baru yang lebih baik daripada masa sebelum pandemi.

Portal bisa dibayangkan sebagai sebuah gerbang harapan baru, seperti beberapa pengalaman pandemi yang masih tetap berguna dan dipakai pada masa paska pandemi. Salah satu contoh pengalaman tersebut adalah pertemuan tatap muka antar layar sebagai model pertemuan pada masa kebijakan penjarakan fisik, merupakan salah satu platform yang justru memberikan peluang partisipasi lintas fisik yang lebih luas.

Membayangkan FTJ 2022 sebagai portal, sebagaimana analogi yang digunakan oleh Arundathi Roy tentang pandemi, adalah sebuah situasi gerbang dengan membangun sebuah ekosistem baru di FTJ. Dari tradisi pembinaan dan lomba menjadi sebuah ekosistem teater yang lebih mandiri yang terhubung dengan beberapa stakeholder masyarakat kota Jakarta.*